WUJUDKAN DAKWAH INKLUSIF: MAHASISWA DATANGI TEMPAT MISTIS
Secara subtansial, dakwah merupakan ajakan pada pengamalan ajaran Islam. Ajakan tersebut, bisa berupa penguatan terhadap umat Islam, maupun ajakan pada non muslim untuk mengenal dan memeluk Islam. Dakwah sendiri tidak hanya terbatas pada lisan saja, melainkan terdapat dakwah bil hal, tadwid, dan murasalah. Konsekwensinya, setiap individu harus memahami ilmu dakwah. Di lingkungan Universitas Ahmad Dahlan, mata kuliah Ilmu Dakwah merupakan mata kuliah wajib yang harus diberikan kepada mahasiswa, tak terkecuali Program Studi Pendidikan Agama Islam. Mata kuliah Ilmu Dakwah tidak hanya berupa teori dakwah saja, melainkan seminar, praktik ceramah/khutbah dan kunjungan tempat mistis. Selain diberikan wawasan normatif dan historis berkaitan dengan dakwah, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi dan skill dakwah. Selain itu, untuk mewujudkan dakwah inklusif, mahasiswa diwajibkan untuk mengujungi tempat mistis.
Gambar 1. Mahasiswa Melakukan Kunjungan Ke Gua Kiskendo
Sebagaimana dipaparkan Yazida Ichsan selaku dosen Ilmu Dakwah, kunjungan tempat mistis memiliki tujuan agar mahasiswa memiliki gambaran demografis berkaitan dengan objek dakwah. Mahasiswa diharapkan juga memiliki wawasan terbuka berkaitan dengan fenomena laku batin atau mistisisme di lingkungan masyarakat sehingga konsepsi dakwah kultural sesuai dengan prinsip Islam bil hikmah, mau’idzatul hasanah dan mujadalah bi ahsan dapat terwujud. Dakwah inklusif di harapkan mampu merangkul semua golongan sehingga masyarakat mampu memahami Islam secara Kaffah dengan memberikan formulasi dan solusi kehidupan sosial-kemasyarakatan tanpa membeda-bedakan latar atau status masyarakat. Dalam kunjungannya, selain diminta untuk mengeksplore sejarah tempat kunjungan, mahasiswa juga diminta untuk menganalisis paradigma laku batin masyarakat apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak. Mahasiswa juga harus memberikan solusi bagaimana konsep dakwah kultural di tengah masyarakat plural secara ekonomi, keilmuan, dan padangan keagamaan.
Gambar 2. Mahasiswa Bertemu Dengan Penjaga Cepuri Parangkusumo
Dewasa ini, edukasi masyarakat di tempat mistis masih jauh panggang dari api. Alih-alih memberikan pencerahan, sikap takfiri dengan nuansa kekerasan masih lebih dominan. Disisi lain, sikap alergi terhadap tempat mistis untuk menjadi objek dakwah terkadang menutup pintu dakwah itu sendiri, sehingga eksistensi laku batin yang tidak sesuai dengan ajaran Islam masih eksis sampai dengan saat ini tanpa ada formulasi dan perubahan ke arah yang lebih baik. Hasilnya, masyarakat akan lebih tentrem ketika berkunjung ke tempat mistis dibandingkan dengan pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri pada Khalik.