Reorientasi Pendidikan Islam di Era Merdeka Belajar
Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan mengadakan stadium general tentang “Reorientasi Pendidikan Islam di Era Merdeka Belajar” dengan narasumber Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA pada hari Kamis, 7 Juli 2022. Merdeka belajar bukan belajar semunya, tetapi belajar yang memiliki tujuan. Di UU NO 20 TAHUN 2003 terdapat 9 karakter manusia yang harus kita bentuk: beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat jasmani, memiliki ilmu, keterampilan, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Merdeka belajar ini ada karena cara belajar sekarang tidak bisa menghasilkan orang yang unggul, siap bersaing di era global. Di perkembangan zaman sekarang dunia IT mulai maju seperti pembuatan robot.Maka, jika tidak ditegaskan merdeka belajar, maka dunia akan dikuasai oleh dunia IT seperti dokter, dan pasien yang akan dirawat oleh robot. Merdeka belajar harus bisa bersaing dengan teknologi. Merdeka belajar adalah konsep sistemik. Karena mengandung komponen semua pendidikan. Rukun belajar terdiri dari standar kompetensi lulusan, prasarana, kurikulum, proses pendidikan, sarana, pembiyaan, pengolaan, dan penilaian. Proses belajar mengajar modal pemecahan dalam tematik. Contoh tema belajar, lalu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini. Dalam pembelajaran yang penting adalah tujuan, materi, dan evaluasi.
Bagaimana orientasi pendidikan dalam Islam, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, serta tidak terpinggirkan, maka pendidikan Islam juga harus memberikan respons positif terhadap program Merdeka Belajar dengan terlebih dahulu melakukan reorientasi yang tepat. Reorientasi pendidikan Islam memperhatikan beberapa hal:
1) Meninjau kembali epistimologi keilmuan yang digunakan sebagai dasar teori yang diterapkan pada konsep pendidikan Islam;
2) Meninjau kembali tujuan pendidikan islam yang selama ini digunakan dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa, dunia usaha dan industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan nasional, tuntutan globalisasi dan sebagainya dengan tetap berpegang pada ajaran Islam Maqashid Al Syariah,
3) Meninjau kembali ide-ide pendidikan dari para pakar pendidikan Islam,
4) Meninjau kembali berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pendidikan Islam, serta
5) Munculnya berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi pendidikan tinggi Islam, seperti otonomi kampus, tirani metrik, hal- hal yang membelenggu dosen dan lainnya yang menyebabkan jati diri atau ruh kampus sebagai lembaga yang menghasilkan ilmu, kebudayaan dan peradaban Islam serta mencerdaskan masyarakat.