Dakwah Muhammadiyah: Membumikan Moderasi di Tanah Papua
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua menyelenggarakan Pelatihan Baitul Arqam (BA) dan Pelatihan Instruktur (PI) pada 16‒21 Agustus 2023 di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya. Sebagai bentuk perhatian dan komitmen perkaderan di Indonesia Timur, kegiatan PI dan BA itu dikelola langsung oleh Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani Pimpinan Pusat Muhammadiyah antara lain Bachtiar Dwi Kurniawan, S.Fil.I., M.P.A. (Ketua), Dr. Mutohharun Jinan, M.Ag. (Wakil Ketua), Moch Irfan Islami, M.M. (Wakil Ketua), Benni Setiawan, M.S.I. (Ketua Divisi), Dr. Islamiyatur Rokhmah, S.Ag., M.S.I. (Ketua Divisi), dan Dr. Muhammad Ali, M.M. (Ketua Divisi).
Dr Rustamadji, MSi Rektor Universitas Muhammadiyah (Unimuda) Sorong Papua dalam penyampaian materinya menyampaikan bahwa Muhammadiyah harus terbuka bagi semua orang, multikultur harus tercemin dalam da’wahnyaContohnya di sebelah UNIMUDA Sorong ada SMA Teologi Kristen, SMP Teologi Kristen Protestan, kepala-kepala sekolahnya alumni Sekolah Muhammadiyah dan UNIMUDA Sorong. Mayoritas lulusannya SMA Teologi, masuk di UNIMUDA Sorong, selain itu lulusan-lusan Seminari, suster-suster juga banyak yang masuk di UNIMUDA Sorong. (16/08/2023)..
Muhammamdiyah Sorong harus membumikan moderasi keberagaman di tanah Papua. Dipaparkan pula bahwa di tengah-tengah kampus UNIMUDA Sorong yang seluas 67 hektar berdiri banguna Gereja. Hal ini menunjukkan sangat moderat dan dekat dengan orang Kristen, selian itu beberpa contoh kedekatannya adalah salah satunya Muhammadiyah jauh dari hisap, di Kristen juga dilarang untuk merokok juga, kita mempunyai peluang yang sangat besar untuk membumikan moderasi di tanah Papua. Perbedannya, masing-masing gereja punya Aqidah yang berbeda, mereka tenang-tenang saja. Sedangkan di kita perbedaan ibadah sholat id saja menjadi ribut.
Menguatkan pengarahan yang disampaikan Prof Haedar tadi bahwa politik itu siyasah, tidak menjadi underbow partai politik manapun, tidak di bawah merah, hijau, biru, kuning atau warna-warna yang macam-macam. Namun politik untuk memperjuangkan kebijakan public yang seharusnya menjadi hak masyarakat marginal.
Bekerja di amal usaha Muhammadiyah harus Ikhlas, berani berkorban, tidak hanya untuk kepentingan individu saja, namun bagaimana dapat berjuang dan membesarkan amal usaha dan khususnya persyarikatan Muhammadiyah.
Selanjutnya Rustamaji memberikan contoh salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang besar didirikan oleh ibu-ibu ‘Aisyiyah padahal latar belakang pendidikannya bukan doktor, magister atau sarjana. Namun ibu-ibu ‘Aisyiyah ini sebagai ibu rumah tangga yang Ikhlas berinfak untuk mendirikan rumah sakit dari rintisan kecil dan sekarang sudah besar dan penghasilannya 1 milyar perbulan.
Hal ini menjadi contoh dan penyemangat bagi kita dalam menggerakkan dan menguatakan amal usaha Muhamamdiyah, seperti ins Allah sebentar lagi kita akan memebangun Muhamamdiyah Hospital (rumah Sakit ) Sorong, tanah 4 hektar sudah tersedia tinggal bagaimana menggerakkan warga Muhamamdiyah dan ‘Aisyiyah dalam semangat membangun. (Azaki)